Senin, 08 November 2010

Pengaruh Tugas Arsitek Terhadap Lingkungan

ETIKA PROFESIONALISME BAGI ARSITEK DALAM BERKARYA


PENGANTAR

Pembangunan kota-kota di Indonesia yang berlangsung saat ini cukup pesat, tumbuhnya kawasan-kawasan industri, perumahan, perdagangan, wisata dan budaya serta gedung-gedung yang mengisinya tentunya tidak lepas dari peran para arsitek penggagasnya . apabila kita cermati fenomena yang berkembang saat ini di masyarakat, baik buruknya perkembangan kota dan bangunan pengisinya tersebut yang dituding paling bertanggung jawab adalah rekan-rekan arsitek kita. Pada satu sisi, kondisi ini merupakan hal positif bagi para arsitek aoabila rancangan yang dihasilkan dapat memenuhi keinginan masyarakat pengguna dan membawa kemaslahatan bagi banyak orang, tetapi menjadi sebaliknya merupakan musibah bagi para arsitek apabila rancangan yang dihasilkan membawa ketidak nyamanan bagi pengguna dan banyak orang di lingkungannya. Keduanya membawa dampak moral yang terus akan mengikuti para arsitek penggagasnya selama bangunan/obyek rancangannya masih berdiri atau bahkan sampai si arsitek tersebut telah meninggal dunia.

Profesi arsitek terus berkembang setiap tahunnya sedangkan pekerjaan yang tersedia belum sebanding, dan apabila dilihat dalam konstelasi pekerjaan pembangunan yang berkembang saat ini, keberadaan seorang arsitek menjadi lebih sempit kiprahnya. hal ini tentunya menyebabkan tingkat persaingan yang semakin tinggi, Persaingan yang positif tentunya merupakan sesuatu yang membanggakan, karena si arsitek berupaya meningkatkan kemampuan dan kinerjanya dalam memberikan layanan jasa pada pemberi pekerjaan, sehingga memang pantas si arsitek tersebut mendapatkan pekerjaan itu, tetapi persaingan yang negatifpun banyak kita jumpai di dunia konsultansi, fee perencanaan yang rendah, kualitas perencanaan yang kurang baik dengan memanfaatkan ketidak tahuan pengguna jasa arsitek, ketidak pedulian arsitek pada lingkungan dan regulasi yang berlaku, dsb , sering dikeluhkan dilingkungan arsitek atupun pemberi pekerjaan.

Kiranya penting untuk memberikan pemahaman tentang kode etik, profesi dan etos kerja sedini mungkin bagi seorang calon arsitek, harapannya ketika nantinya berkarya telah berbekal pemahaman bagaimana seharusnya arsitek itu berkarya secara benar. Karena harus disadari bahwa berhasil atau gagalnya suatu proses pembangunan atau penciptaan karya, akan menyangkut pula seberapa besar kemampuan, keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh seorang arsitek dan seberapa kemauan si arsitek dalam menumpahkan seluruh kemampuan, ketrampilan dan keahliannya dalam pekerjaan pembangunan yang menjadi tanggung jawabnya.

Arsitek bukan ‘masterbuilder’

Dalam pekerjaan pembangunan, Arsitek dapat dikatakan seorang ‘leader’ atau koordinator pembangunan, khususnya terhadap bangunan yang direncanakan dan dirancangnya, tetapi apabila kita cermati peran seorang arsitek dalam merencanakan dan merancang pembangunan saat ini tidak mungkin melakukannya seorang diri, pengetahuan dan kemampuannya terbatas, sehingga pastilah membutuhkan bantuan konstruktor, ahli mekanikal elektrikal, ahli landscape ,estimator, lebih jauh lagi terkadang arsitek akan bekerjasama dengan panata cahaya, akustik, konsultan sekuriti, konsultan teknologi informasi, konsultan fasade bangunan, konsultan pengukuran dan penyelidikan tanah, konsultan tata lalu lintas dan perparkiran, dll. dan Apabila hal ini dipaksakan tentunya hasil pekerjaan pembangunannya tidak maksimal.

Perencanaan pekerjaan pembangunan dengan melibatkan multi disiplin menuntut seorang arsitek untuk sadar, paham dan melakukannya dengan baik akan perannya sebagai koordinator tim perencana. Bahkan hal ini dapat saja terjadi mulai dari skala proyek yang tidak terlalu besar sampai proyek yang kompleks. Layaknya seorang derigen orkestra, arsitek bertugas memadukan seluruh anggota tim untuk mewujudkan karya yang utuh, tepat dan berhasil guna. Dasar pemikiran, metoda kerja, kejelian sudut pandang serta keluwesan dalam meniti pola bisnis konstruksi mutakhir adalah bekal utama seorang arsitek untuk mencapai tujuan diatas ( Tabah Agus Nugroho, , Encona, 2006 )

Masa Keemasan arsitek sebagai ‘master builder’, sebagai seorang yang hampir berperan penuh dan total dalam setiap kegiatan pekerjaan pembangunan memang sudah lewat hampir seabad. pada waktu itu sejak gagasan, konsep, perencanaan, perancangan dan bahkan pembangunan, arsitek dalam proses penciptaan karyanya seolah menjadi ‘ dewa’ yang tak terusik dan seolah tabu untuk dicampuri, kini sudah berubah. Arsitek pada perkembangan saat ini dapat dikatakan hanya merupakan bagian dari sebuah proses pekerjaan pembangunan.

Menyempitnya peran arsitek tersebut sedikit banyak berpengaruh pada penurunan penguasaan berbagai pengetahuan pembangunan. Arsitek yang semula dipandang sebagai generalis yang menguasai berbagai pengetahuan penciptaan bangunan ( karya arsitektur ) lambat laun menjadi spesialis-spesialis yang bergerak sebatas bidang perencanaan, parancangan arsitektur, tata ruang dan estetika.

Hal diatas dapat juga dipahami mengingat pada kurikulum pendidikan arsitektur yang terdapat pada perguruan tinggi penghasil para sarjana teknik arsitektur, pengurangan jumlah SKS dan lama waktu studi serta keberadaan mata kuliah pilihan yang diadakan untuk menjawab pasar menguatkan kondisi tersebut. Yang masih menggembirakan adalah dalam proses penciptaan sejak masa kuliah atau pengalaman, calon arsitek dibekali dan memebekali dirinya dengan kemampuan dan ketrampilan yang khas, keahlian berpikir mengurai dan memadukan analisis sekaligus sintesis, mengolah seni, keteknikan dan kegunaan, kemampuan memandang secara spatial dan total. Melihat bagian dalam keseluruhan dan keseluruhan dalam bagian. Belum lagi kemampuan melihat ‘ciptaan yang belum tercipta’, keahlian-keahlian inilah yang tetap menempatkan arsitek pada posisi penting dalam proses pekerjaan pembangunan nantinya. ( bambang supriyadi, perencanaan dan perancangan arsitektur, 2006).

Di lingkup Asia atau bahkan dunia sepakat bahwa yang dimaksud dengan arsitek professional itu adalah arsitek berpendidikan S1 ( lima Tahun ), sedangkan pendidikan arsitektur di Negara kita hanya 4 tahun ( S1 ), sehingga ke depan diharapkan muncul pendidikan profesi 1 tahun sebagai wujud pemberian bekal yang lebih aplikatif dan mendasari kemampuan calon arsitek yang akan berkarya.

Perkembangan Peran Arsitek Dalam Konstelasi Proyek.

Secara tradisional. Arsitek dan pemberi tugas mempunyai hubungan langsung, seiring dengan besarnya skala pekerjaan, terdapat berbagai bentuk variasi pola hubungan kerja, baik secara vertical ataupun horizontal. Secara horizontal, berbagai macam disiplin ilmu ini dapat berasal dari satu perusahaan yang bersifat “ in-house”. Pengembangan dari pola horizontal ini adalah masing-masing disiplin ilmu merupakan individu perusahaan dan langsung berhubungan dengan pemberi tugas. Variasi dari pengembangan horizontal ini adalah bahwa masing-masing konsultan ini berhubungan dengan pemberi tugas melewati badan/perusahaan menejemen proyek, bahkan dalam beberapa kasus posisi arsitek perencana dapat saja terdiri dari gabungan beberapa arsitek/konsultan arsitek.

Secara vertical untuk kasus tertentu, pemberi tugas tidak hanya mengandalkan satu lapis arsitek, tetapi dari beberapa lapisan arsitek, mulai dari arsitek konseptor, arsitek pengembangan disain, arsitek pendokumentasi proyek ( architect of record ).

Negara kita yang secara praktek menganut perdagangan bebas ( AFTA, APEC dan WTO) memungkinkan para pemilik proyek mencari arsitek/konsultan asing, terutama sebagai konseptor dan pengbang disain. Keanekaan ini jelas merupakan tantangan lebih lanjut bagi para arsitek yang berpraktek, tinggal bagaimana mensikapi dan membekali diri untuk memenangkan persaingan.

Pada tingkatan ini Pengguna jasa/ pemilik proyek menganggap etos kerja profesi arsitek itu adalah :

  • Seorang yang menjunjung tinggi etika dan tata laku profesi dengan tertib
  • Seorang terpercaya yang dapat mendampingi atau mewakili pemilik /pengguna jasa dalam melaksanakan proses pembangunan.
  • Orang yang berkepribadian luhur, jujur dan trampil dalam keahliannya dan berdedikasi terhadap profesinya.
  • Seorang yang adil dan bijaksana dalam menimbang, sehingga orang lain tidak dirugikan
  • Seorang yang berupaya memberikan yang terbaik dalam keahliannya untuk kepentingan semua yang terlibat didalam proses pembangunan

( pedoman hubungan kerja antara arsitek dan pemberi tugas, IAI, 1986 )

Anggapan pengguna jasa/pemilik proyek terhadap profesi arsitek tersebut menuntut arsitek untuk memiliki sifat :

  • Komunikatif, berkaitan dengan kemudahan akses, kontak person dan kelancaran informasi perkembangan pembangunan terjaga dan penguasaan bahasa asing.
  • Berpengalaman, berkaitan dengan pengalaman arsitektural, teknis, kepranataan dan kepekaan lingkungan.
  • jujur dan bertanggung jawab, berkaitan dengan karya, informasi, kepranataan dan perhitungan fee.
  • Kreatif, berkaitan dengan kemampuan teknis disain, estetis dan menejerial.
  • effektif dan effisien, berkaitan dengan kemampuan menghitung estimasi biaya berdasarkan harga satuan terbaru secara rinci, kemampuan melaksanakan ‘value enginerring’ terhadap biaya pelaksanaan, kemampuan pemilihan metoda pelaksanaan pembangunan dengan teknologi yang tepat agar dapat menghemat waktu serta biaya pembangunan serta kemampuan memilih bahan bangunan yang tepat, cepat pemasangannya tanpa mengurangi estetika.
  • mempunyai sense of business. Hal ini berkaitan dengan investor atau pengembang, yaitu kemampuan memahami akuntansi, studi kelayakan, cashflow, mempunyai keuletan tinggi, kearifan terhadap idealisme serta kemampuan lobby.

( Soeroso,SR, Pandangan dan harapan pengguna Jasa thd Arsitek, 2007 )

Etika Profesi, Kode Etik dan Etos Kerja Profesi Arsitek

Kata ‘Profesi’ ( profession ) berarti mengaku/menyatakan diri secara gambling/tegasdan terbuka di depan umum. Pengertiannya adalah ‘panggilan ( vokasi) yang berdasar pada latihan keahlian khusus ( desain ) yang panjang untuk dapat memberikan layanan tertentu kepada public”.

Didalam praktek pada hakikatnya, profesi adalah keahlian tertentu yang diabdikan sebagai suatu pengikatan janji(komitmen) oleh ahlinya dalam mencari nafkah dengan berkarya. Berprofesi adalah lebih dari sekedar bekerja ( okupasi ), peofesi juga lebih dari sekedar panggilan ( vokasi ). Profesi bersifat, dipresentasikan dengan bekerja dan berkarya secara penuh purna waktu dengan penuh pengabdian ( dedikasi ) dan kecintaan yang dalam ( devosi ).

Jadi profesi itu bersumber pada bagian yang terdalam dalam diri manusia yang kemudian dimanivestasikan dalam bentuk panggilan nurani, untuk berkarya dengan pengabdian, pengamalan ilmu dan keahlian untuyk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Profesi pada akhirnya mempunyai arti baku sebagai suatu pekerjaan ( occupation ) dengan cirri-ciri suatu pengakuan di depan umum mengenai keahlian ( skill ), keilmuan ( learning ) dan kepakaran ( expertise ) yang ditawarkan sebagai jasa yang menyangkut kepentingan orang lain.

Proses menyatakan diri tidak dapat langsung begitu saja, tetapi melalui tahapan dalam suatu proses. Harus ada yang menyatakan bahwa seseorang itu “ ahli ‘ dan tidak bias lain, yang berhak menyatakan adalah ‘kelompok’ yang juga memiliki keahlian dibidang yang sama dan kelompok ini merupakan embrio kelahiran ‘organisasi profesi’. Organisasi ini yang kemudian menetapkan criteria dan syarat untuk menyatakan seseorang adalah ahli dan dapat menjadi anggota kelompoknya. Dalam konteks ini kelompok ini adalah Ikatan Arsitek Indonesia ( IAI ).

Menghayati bahwa profesi adalah panggilan nurani, maka praktek berprofesi menuntut dijalankannya kwajiban etis terhadap masyarakat. Kwajiban-kwajiban etis yang dirasakan dan disepakati olehkomunitas profesi dibidangnya masing-masing, secara formal diujudkan menjadi ‘Kode Etik’ dan disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok itu.

IAI menyusun etika profesinya kedalam kode etik arsitek dan tata laku profesi arsitek yang wajib dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh anggota-anggotanya dalam menjalankan profesi. Penerapan Etika Profesi memberikan konsekuensi langsung pada tiga tanggung jawab, yaitu:

  • Responsibility, tanggung jawab moreal.
  • Liabilitry, tanggung jawab pada ikatan janji.
  • Accountability, tanggung jawab pada kontrak perjanjian.

Profesi, professional dan berprofesi

Dalam pengertian tersebut di atas, maka dalam profesi harus dicakup :

  • Adanya keahlian khusus
  • Adanya tanggung jawab
  • Adanya kesejawatan

Bahwa Tujuan Berprofesi adalah :

  • Memberikan karya yang terbaik yang bias dihasilkan
  • Sebesar-besarnya memberikan perlindungan kepada masyarakatnya.

Bahwa Kaidah berprofesi adalah :

  • Mencari nafkah dengan mengabdikan keahlian sebagai pelayanan untuk kepentingan masyarakat.
  • Tidak merugikan masyarakat dengan menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dan oleh karena itu memiliki pegangan kode etik dan kaidah tata laku profesi.

Bahwa pengertian professional adalah seorang yang mencari nafkah dengan berprofesi yang berciri utama sebagai berikut :

  • Mandiri-independent
  • Bekerja penuh, purna waktu
  • Berorientasi pada pelayanan, mengabdi pada kepentingan umum
  • Memiliki keahlian khusus yang berlatar belakang pendidikan tertentu
  • Tereus menerus mengembangkan ilmu dan keahliannya
  • Profesional juga berarti cara kerja yang tertib, bertanggung jawab, bertanggung bayar dan bertanggung gugat.

Praktek berprofesi berarti melaksanakan janji komitmen bagi si-profesional, untuk berkarya sebaik-baiknya melalui hubungan antara dia dan masyarakat yang membutuhkan keahliannya dan mempercayainya. Interaksi dalam hubungan kerja ini merupakan hal yang terpenting dalam praktek berprofesi. Hubungan kerja ini terutama didasarkan oleh saling percaya. Aturan hubungan kerja professional harus diwujudkan dalam bentuk pegangan yang disatu pihak berbentuk landasan hokum untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat yang menggunakan jasa professional itu, serta untuk menjamin nafkah bagi dan dapat dihasilkannya karya yang terbaik oleh siprofesional. Dilain pihak berbentuk kode etik dan kaidah tata laku profesi, untuk menjamin terhindarnya tindakan kesewenang-wenangan. Esensi dari peraturan/perundangan tentang profesi adalah mengatur seluk beluk interaksi dalam praktek berprofesi, untuk tujuan sebesar-besarnya memperoleh hasil karya yang terbaik dan jaminan perlindungan kepada masyarakat.